Beberapa tahun yang lalu, saya mengutarakan khayalan saya mengenai kemungkinan arsitektur di masa depan. Saya membayangkan bahwa pada suatu masa ada sebuah bangunan yang dinding, jendela, pintu dan atap dapat bergerak dan berubah secara otomatis sesuai (bahkan bertindak sebelum) kehendak penghuni atau menyesuaikan dengan keadaan sekitar.
Ketika saya tanyakan pendapat teman saya yang mendengarkan sambil senyum-senyum, ia bilang sambil agak mentertawakan, "Pada saat itu terjadi, semua orang jadi pemalas."
Pada masa obrolan itu terjadi, belum ada Blackberry yang jadi trend, iPhone yang jadi fenomena atau bahkan internet yang mendunia.
Pada masa itu, belum ada kekhawatiran mengenai perubahan iklim global yang menteror atau upaya penghematan energi yang memburu.
Kini, setelah beberapa tahun berlalu, sepertinya khayalan itu mendekati kenyataan. Kecanggihan teknologi yang dulu hanya dapat dibayangkan dalam film Star Trek mengenai alat serbabisa yang berada dalam genggaman kini telah hadir dalam bentuk 'smartphone'.
Orang-orang nyentrik yang mengupayakan kehidupan 'sustainable' dalam sebuah bumi buatan yang disebut Biosphere-2 telah selesai tugasnya pada tahun 2007.
Kehidupan serba otomatis dan ketergantungan kepada komputerisasi telah menjadi kenyataan sehari-hari.
Seberapa dekatkah khayalan itu menjadi kenyataan?
Mengapa hal ini tak terhindarkan?
Saya tidak tahu. Yang saya tahu ada aspek dalam arsitektur yang dapat dan seharusnya diotomatisasikan karena jumlah manusia semakin banyak dan kehidupan semakin kompleks. Dengan otomatisasi, sangat mungkin, penghematan energi secara besar dapat dicapai dengan mudah dan cukup murah.
Ketika saya tanyakan pendapat teman saya yang mendengarkan sambil senyum-senyum, ia bilang sambil agak mentertawakan, "Pada saat itu terjadi, semua orang jadi pemalas."
Pada masa obrolan itu terjadi, belum ada Blackberry yang jadi trend, iPhone yang jadi fenomena atau bahkan internet yang mendunia.
Pada masa itu, belum ada kekhawatiran mengenai perubahan iklim global yang menteror atau upaya penghematan energi yang memburu.
Kini, setelah beberapa tahun berlalu, sepertinya khayalan itu mendekati kenyataan. Kecanggihan teknologi yang dulu hanya dapat dibayangkan dalam film Star Trek mengenai alat serbabisa yang berada dalam genggaman kini telah hadir dalam bentuk 'smartphone'.
Orang-orang nyentrik yang mengupayakan kehidupan 'sustainable' dalam sebuah bumi buatan yang disebut Biosphere-2 telah selesai tugasnya pada tahun 2007.
Kehidupan serba otomatis dan ketergantungan kepada komputerisasi telah menjadi kenyataan sehari-hari.
Seberapa dekatkah khayalan itu menjadi kenyataan?
Mengapa hal ini tak terhindarkan?
Saya tidak tahu. Yang saya tahu ada aspek dalam arsitektur yang dapat dan seharusnya diotomatisasikan karena jumlah manusia semakin banyak dan kehidupan semakin kompleks. Dengan otomatisasi, sangat mungkin, penghematan energi secara besar dapat dicapai dengan mudah dan cukup murah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar